Waktu menurut pengertian harafiah sebagai serangkaian sebuah proses dari awal hingga berakhirnya sebuah proses. Namun kadang kala, waktu juga dapat dijadikan dimensi suatu alur kejadian demi kejadian sebagai sebuah catatan sejarah dalam dinamika kehidupan ini. Begitu pula dalam kilasan waktu pembangunan gereja Katolik di Bontang, yang menjadi salah satu catatan sejarah bagi kota TAMAN dan juga sebagai refleksi tolok ukur keberhasilan sebuah tatanan kepemerintahan dalam mengayomi keragaman Iman dalam hidup berbangsa, bernegara serta bermasyarakat.
Sebuah bangunan gereja yang dapat dikatakan sebagai karya monumental bagi keragaman Agama di kota Bontang, yang pada hari ini, Sabtu 18 September 2010 diresmikan oleh Bapak Walikota Bontang serta diberkati oleh Duta Besar Vatikan tak lepas dari kilasan waktu perkembangan kota Bontang itu sendiri.
Catatan kecil diawali sejak tahun 1982 dimana kecamatan Bontang masih belum begitu dikenal oleh banyak orang. Dengan kondisi topografi yang tidak terlalu landai maupun terjal serta pepohonan yang menunggu waktu untuk dipanen. Memberi inspirasi beberapa orang untuk memanfaatkan lahan yang relatif luas untuk mengubah segalanya demi kesejahteraan masayarakat secara lahir dan bathin.
Salah satunya berupa memanfaatkan lahan untuk didirikan sebuah rumah ibadah maupun sarana lain yang dapat menyeimbangkan kebutuhan duniawi dan rohani. Dilandasi dengan segala keterbatasan yang dialami oleh beberapa tokoh umat Katolik, sehingga bergulirlah sebuah kehendak untuk turut serta berpartisipasi aktif dalam membangun keseimbangan rohani, maka muncullah ide untuk membeli sebuah lahan garapan dari masyarakat sebelumnya yangsaat ini berada di sekitar kilo 6. Namun sayang dalam perjalanan waktu, lahan tersebut ternyata memiliki kendala dalam perijinan sehingga tidak dimungkinkan untuk didirikannya sebuah rumah ibadah. Lambat laun lahan itupun akhirnya dilepaskan kembali seiring perjalanan waktu hingga tibalah generasi muda yang baru serta menghidupkan kembali cita-cita untuk memiliki banguna gereja yang berdiri secara mandiri, maka diliriklah sebuah lahan yang berlokasi di sekitar Kampung Baru namun sekali lagi rencana tersebut batal.
Mengingat jumlah umat yang bertambah baik sebagai karyawan PT. Badak maupun karyawan PT. Pupuk Kalimantan Timur, maka kebutuhan rumah ibadah yang tersedia semakin tampak jelas dengan melubernya umat yang berada di luar rumah ibadah sehingga beberapa tokoh umat menyampaikan permohonan kepada Pimpinan perusahaan PT. Pupuk Kalimantan Timur untukmendapatkan fasilitas rumah ibadah. Saat itu, memang belum begitu banyak jumlah karyawan Pupuk Kaltim yang beragama Katolik, sehingga atas inisiatif beberapa pejabat Pupuk Kaltim, seperti Alm. Bpk. Gabriel Tri Sunjata, Alm. Bpk. Mohadi Sugeng, Bpk. Claudy Widiyono dan Bpk. Sugianto Hendrata, mereka memohon ijin untuk menggunakan ruang-ruang sekolah Yayasan Pupuk Kaltim yang baru saja disahkan badan hukumnya oleh Notaris Laden Mering pada tanggal 23 Pebruari 1983 untuk dipinjami sementara sebagai tempat Ibadah yang mana sebelum maupun sesudah digunakan beribadah ruang kelas mesti ditata kembali.
Di sisi lain, antusias masyarakat dari Flores dan sebagian masyarakat sekitar Kanaan mengharapkan adanya sebuah gereja tidak dapat disangkal lagi, sehingga merekapun dengan suka rela dan gotong royong untuk mendapatkan sebuah lahan yang digunakan sebagai kapel. Memperhatikan situasi dan kondisi yang ada saat itu, maka pengurus gerejapun bekerja sama dengan masyarakat melakukan pembelian lahan disebuah bukit serta memanfaatkan lahan tersebut sebagai pusat kegiatan umat katolik, serta memindahkan kapel yang telah dibangun sebelumnya ke lokasi tersebut. Selesai pembangunan kapel berikut ruang-ruang kegiatan, bangunan tersebut diresmikan dan diberkati oleh Uskup Michael Coomans, Alm. Dalam perkembangan waktu lahan milik Paroki tersebut dikembangkan menjadi gereja Santa Imakulata kanaan yang didanai berasal dari umat dan donasi dari beberapa perusahaan yang peduli dengan Community Development programnya. Secara resmi bangunan gereja Santa Imakulata oleh Uskup Sului Florentiunus.
Seiring perjalanan waktu dan program pengembangan pabrik di PT. Badak LNG maupun di pabrik PT. Pupuk Kaltim, maka jumlah karyawan yang beragama Katolik pun bertambah termasuk penambahan jumlah karyawan kontraktor sehingga kebutuhan akan rumah ibadahpun sangat diperlukan. Mengingat kebutuhan tempat ibadah di lingkungan Pupuk Kaltim yang sudah sangat mendesak, maka para tokoh umat Katolik dan umat Kristen yang bekerja di Pupuk Kaltim menyepakati memanfaatkan sebagian bangunan Poliklinik Umum yang disediakan oleh Yayasan Immanuel bagi masyarakat pada saat pembangunan proyek pabrik Urea dan Ammonia Kaltim 1 sebagai sarana beribadah pada Sabtu sore untuk umat Katolik dan pada Minggu pagi untuk umat Kristen Protestan. Pemanfaatan bersama peminjaman sarana untuk beribadah ini cukup lama meskipun tidak seluruh kegiatan umat Katolik dapat dilaksanakan secara instens sehingga tak henti-hentinya para tokoh umat gereja Kristen Protestan maupun para tokoh umat gereja Katolik masih memohon kepada Pimpinan perusahaan Pupuk Kaltim untuk memberikan fasilitas rumah ibadah yang lebih memadai. Dalam perkembangan waktu, setelah Pimpinan Perusahaan Pupuk Kaltim mengabulkan dan menyediakan rumah ibadah, maka lokasi Poliklinik yang sebagaian dimanfaatkan untuk rumah ibadah pun diubah manfaatnya menjadi gedung serba guna yang pengelolaannya di bawah naunganlembaga pendidikan Immanuel.
Mengingat segala keterbatasan, lagi-lagi beberapa tokoh umat menghadap Pimpinan masing-masing perusahan agar perusahaan dapat menyediakan fasilitas rumah ibadah bagi pembinaan mental rohani karyawan secara efektif dan terencana sehingga akhirnya sekitar tahun 1988an, Pimpinan perusahaan PT Badak bersedia membangunkan sebuah gereja yang di lokasikan pada areal perumahan HOP III dimana saat itu berdekatan dengan wilayah pemukiman masyarakat dan diresmikan penggunaannya sekitar tahun 1990. Dengan diserahkan bangunan gereja Katolik tersebut kepada Pastor Paroki saat itu, pastor Yan Mangun, Pr tentunya menjadi sebuah kado bagi umat katolik sehingga hampir seluruh kegiatan umat Katolik di Kota Bontang dilakukan di gereja ini meskipun tak jarang umat harus meninggalkan KTP atau ID card nya pada pos Penjagaan sebelum menuju ke gereja.
Hampir di dalam kebersamaan waktu, Pimpinan perusahaan PT. Pupuk Kaltim pun menyiapkan anggaran dan konsep untuk dibangunkannya sebuah gereja Katolik dan sebuah gereja Protestan pada sebuah pelataran yang telah disediakan, yakni di jalan Gereja yang sekarang berganti nama menjadi jalan Kapal Pinisi yang berada di desa Lokatuan. Konsep pembuatan dua bangunan gereja di dalam satu pelataran mungkin menjadikan sebuah ide-kreatif yang bisa jadi merupakan satu-satunya model yang ada di Indonesia dan uniknya pada waktu bersamaan pula diresmikannya penggunaan ke dua bangunan gereja tersebut oleh Direktur Utama PT. Pupuk Kaltim kala itu yakni, Bapak Ir. Suratman dan diberkati bangunan gereja Katolik oleh Mgr. Sului Florentinus, MSF pada tanggal 12 Desember 1992.
Seiring perjalanan waktu, pada sekitar tahun 1997 muncullah kembali gagasan menyediakanlahan bagi umat Katolik yang berada di luar lingkungan perusahaan PT. Badak maupun PT. Pupuk Kaltim, berbagai lokasi lahan ditawarkan oleh masyarakat sekitar Bontang dan akhirnya pada sekitar tahun 2002 an dipilihlah lokasi yang berada di Pisangan seluas 6.00m2. Proses pembelian dilakukan dengan lancar sampai tibalah saatnya untuk dimohonkan ijin pembangunan gereja di lokasi lahan tersebut, tapi kelihatannya Tuhan masih belum mengijinkannya sehingga permohonan ijin Mendirikan Bangunanpun tidak dapat diterbitkan untuk menghindari konflik terkait batas lokasi lahan gereja yang berdampingan dengan lahan yayasan Ihyausunnah sehingga diperlukan sikap tegas, berani, berpikir dewasa dan legowo bagi semua pihak yang terlibat, meski tidak memungkiri ada rasa kekecewaan di salah satu pihak terutama menjelang akan dilakukan peletakan batu pertama dan berakhir dengan pembatalan peletakan batu pertama.
Dari pengalaman serta penjelasan dari Tokoh Umat maupun Pastor Paroki yang ada, maka umat Katolikpun dapat mengerti dan memahami untuk mencari kembali lahan. Pemilihan lokasipun dilakukan bersama umat, lokasi yang di dapatkan tidak terlalu jauh dari lokasi Pisangan, tepatnya di dekat sekolah Betlehem. Proses pembelian lahan beserta pengajuan permohonan ijin Mendirikan Bangunan pun dibicarakan dan telah disepakati antara pemilik lahan dan pihak Pengurus gereja Katolik dimana awal dari proses pemenuhan persyaratan Ijin Mendirikan Bangunan berjalan dengan lancar. Hanya saja tampaknya Tuhan masih belum menghendaki untuk didirikannya bangunan di atas lahan tersebut, hal ini dapat diketahui dengan adanya surat keberatan dari sebagian warga sekitar yang disampaikan kepada pemerintah kota dan berdirinya sebuah surau di sekitar lahan tersebut sehingga diperlukan sebuah dialog dan hearing antara ke dua pihak yang berbeda pendapat.
Berbekal pengalaman dan proses pembelajaran yang mematangkan sikap umat Katolik maupun pihak yang terkait, diantaranyaTokoh Masyarakat, TokohUmat yang terlibat dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB kota Bontang), Legislatif dan Eksekutif, termasuk partisipasi antar umat beragama di Kota Bontang dan tidak terlupakan adanya campur tangan kehendak Tuhan, maka terjalinlah informal communication untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada dan dialami, bagi terciptanya kota TAMAN (Tertib, Agamis dan Nyaman) bagi semua lembaga Keagamaan yang ada di Bontang.
Masa transisi pemindahan lokasi lahan dekat sekolah Betlehem menuju lokasi lahan baru yang berada dicekungan areal HOP-7 PT. Badak menjadi jawaban bagi umat Katolik untuk membangun gerejanya. Tepat pada tanggal 2 Desember 2005, dengan diterbitkan IMB no.640/236/KPT-B/XII/2005 oleh Bapak Walikota Bontang dan disaksikan Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Kapolres, Dan Dim 0908 bersama para pejabat Pemerintah Bontang berkenan meletakkan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan gereja Katolik sebagai asset bagi masyarakat kota Bontang yang pendanaannya bersumber dari swadaya umat, maupun bentuk kepedulian Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sebesar 1,5 M dan bentuk kepedulian Pemerintah Kota sebesar 1 M.
Panitia pembangunanpun mulai bekerja dengan tahapan pematangan lahan sampai kerjasama dengan PT. Sinar Mas Wisesa untuk mendapatkan gambar bangunan dan dilanjutkan dengan tahapan penyambungan listrik PLN hingga saat diresmikan masih dalam tahap penyelesaian interior dan kelengkapannya seperti bangku umat, ruang pengakuan dosa maupun eksterior seperti fasilitas parkir, ruang pastoran dan lain sebagainya.