Kemenag Hadiri Perayaan Natal Anak-Anak Santo Yosef Bontang

Bontang (Inmas)- Gereja Katolik Paroki Santo Yosef Bontang merayakan Natal anak-anak bertepatan dengan hari  Anak Misioner sedunia yang ke-175, Minggu (7/1) pagi kemarin.  Tema yang diusung dalam perayaan ini ‘Anak Misioner berbagi Sukacita Injil Dalam Keanekaragaman’. Penyuluh Agama Fungsional Katolik Hendrikus Danggur bersama Tenaga Penyuluh Agama Katolik Non PNS juga turut hadir dalam acara ini.

Perayaan Ekaristi  Anak Misioner ini dipimpin oleh Pastor Paroki RD Benediktus Indropraptono didampingi Diakon Dera.  Tenaga Penyuluh Agama Katolik Non PNS Carlos, Grasiana, Yosepina, Jo mendampingi anak-anak misionaris cilik dari setiap Wilayah yang ada di Paroki Santo Yosef  Bontang yaitu Santa Maria Imakulata Kanaan, Santo Yosef PT Badak, Bontang Kota, St Petrus Loktuan dan Gereja Hati Kudus Yesus Kebun Salak.

Diakon Dera sebagai pembawa kotbah, mengawalinya dengan kisah tentang sejarah kelompok Misionaris. Adalah Uskup Nancy-Prancis Mgr Charles Augustie Marie De Forbin Jansen yang mendirikan Serikat kepausan anak-anak misioner pada Tanggal 19 Mei 1984 silam atas dasar keprihatinan khusus terhadap anak-anak yang menderita, yang haus akan kasih sayang dan pembinaan yang memadai.  Uskup Jansen mulai mengembangkan karya Misioner yang dikhususkan bagi anak-anak dengan berdevosi kepada ‘kanak-kanak Yesus’.

Awalnya bernama ‘Serikat Kanak-kanak Suci’ atau The Holy Childhood  Association dalam Bahasa Inggris dengan moto ‘Children Helping Children (Anak Menolong Anak)’ membawa semangat Misioner Doa, Derma, Kurban, dan Kesaksian (2D2K). Pada tanggal 3 Mei 1922 Paus Pius XI mengesahkan Serikat Kanak-kanak Suci ini  dengan nama ‘Serikat Kepausan Anak-Anak Misioner’ yang dipakai Gereja Katolik sampai saat ini.

Kepada anak-anak, Diakon menegaskan pentingnya menyapa sesama dalam pelbagai bentuk praktik hidup tanpa membeda-bedakan suku, agama dan ras sebagaiman tema kegiatan yaitu ‘Anak Misioner berbagi Sukacita Injil Dalam Keanekaragaman’. Seperti yang dikisahkan dalam Injil tentang 3 Raja dari timur yang membawa persembahan mereka untuk Bayi Yesus di Kandang Betlehem. “Tiga raja itu bukanlah orang sebangsa dengan Tuhan Yesus namun mereka datang untuk memberikan persembahan, mereka dari suku lain, agama mereka pun lain, warna kulit mereka pun lain; tetapi mereka tahu memberi yang terbaik untuk kegembiraan sesamanya. Anak-anak juga harus demikian, harus mampu berbagi kepada temannya tanpa harus melihat sukunya, agamanya, atau warna kulitnya,” Ujarnya.

Kepada orang tua, Diakon Dera menegaskan pentingnya pendidikan multikultural bagi anak-anak. Pendidikan yang dimaksud berupa keteladanan hidup untuk bergaul dengan siapa saja tanpa membedakan Suku, Agama dan Ras. Orang tua harus terlibat dalam dialog ditengah masyarakat, seperti dialog iman, dialog kehidupan, dan dialog karya.

“Dialog iman berupa sharing pengalaman iman dengan mereka yang berbeda keyakinan; bukan untuk mengajak orang yang berbeda iman menjadi katolik, tetapi dengan berbagi untuk lebih mensyukuri dan mendekatkan diri dengan Tuhan. Yang kedua adalah dialog kehidupan, merupakan tindakan menghadiri hajatan pernikahan, akikah atau undangan syukur lainnya. Terakhir yaitu dialog karya yang tampak pada upaya bersama membantu korban bencana alam seperti kebakaran, banjir, longsor, tsunami dan lain-lain. Hanya dengan itu, sukacita Injil menjadi nyata dalam kehidupan kita dan anak-anak kita terbantu untuk mengenal dan mempraktekkan Misi Serikat Kepausan Anak-anak Misioner,” Jelasnya.

Pada akhir kotbah Diakon mengajak anak-anak untuk menghantar persembahan mereka berupa kado natal ke hadapan kanak-kanak Yesus.  Kado natal itu nantinya  diperuntukkan bagi anak-anak sebaya yang kurang beruntung. (hd/*scl)

Sumber : https://kaltim.kemenag.go.id/berita/read/504767